Ketika Aku Jauh dari Ibu

Kulangkahkan kakiku menyusuri pinggiran Sungai Thames. Udaranya yang dingin menerpa wajahku. Sesaat aku limbung oleh kekuatan angin yang menghantam tubuhku –mungkin aku bisa jatuh jika tak segera meraih pagar pembatas sungai. Kuhentikan langkahku sejenak. Musim dingin di London begitu menyenangkan. Walau daerah asalku, Yogyakarta, tak memiliki musim dingin, aku mencoba membiasakan diri dengan suhu yang dinginnya tak tanggung-tanggung.
 
Musim dingin.. Desember.. 22 Desember..

Ini kali pertamaku berada jauh dari negeri asalku. Jauh dari kota kelahiran, dari teman-teman, dari keluarga, dari orangtua, dari ibu... Ibu.. Ini juga kali pertamaku melewatkan Hari Ibu tanpa Ibu di sisiku.

Hai, Bu..

Perahu berisi belasan turis melintas di depanku. Dari tempatku berdiri dapat kutangkap ada beberapa bahasa yang tak kukenal mampir di telingaku. Kulihat beberapa pasangan muda saling mendekap menghalau dingin yang semakin menusuk. Beberapa pasangan lanjut usia berpegangan tangan seakan tak ingin kehilangan. Juga seorang anak yang merengek-rengek pada Ibunya minta dibelikan sesuatu. Ah..

Apa kabar, Bu?

Langit London kelabu. Awan bergumul di sepanjang mataku memandang. London muram, tanpa mentari yang menghiasi angkasa. London kelam, tanpa mentari yang menyinari setiap sudut kotanya. Aku juga, Bu. Tanpa Ibu, aku muram. Tanpa Ibu, hatiku kelam. Karena Ibu adalah mentariku..
 
Apa yang sedang Ibu lakukan saat ini?

Serpih-serpih salju kembali turun. Melayang-layang di angkasa, kesana-kemari disapu angin, lalu hinggap di sungai, membaur dengan airnya yang dingin. Kawannya yang lain ada yang jatuh di jalan setapak. Hilang ditimpa jejak-jejak kaki manusia yang menghantam tanpa perasaan. Yang lain singgah di daun dan atap gedung, menyelimuti bangunan hingga berwarna putih seluruhnya. Yang lain tersangkut di topi-topi orang yang berlalu lalang, mendengar setiap kata yang mereka ucapkan.


Apakah Ibu seperti salju itu –bisa mendengar setiap kata yang kuucapkan-?


Aku merindukanmu, Bu. Hingga hatiku tersayat, jantungku bertalu, dan dadaku sesak merasakannya. Aku merindumu. Hingga mataku memburam, air mata menggenang di pelupuk, dan bibir bergetar melafal namamu. Aku merindumu. Hingga kakiku tak kuasa menopang tubuhku yang gemetar dan lenganku lemas tak kuasa menjangkau apapun. Aku lemah, aku muram. Aku lemas seperti kekurangan vitamin D. Aku muram tanpamu, Bu. Aku muram ketika kau jauh dariku. 

Ibu, selamat Hari Ibu dan selamat ulang tahun. I love you.

London, 22 Desember 2028

Komentar

Postingan Populer