Si Ramai dan Sang Sepi
Aku berjalan menuju keramaian.
Keramaian yang membuatku berteman dengan kesepian. Keramaian yang
mengacuhkanku. Keramaian yang perlahan membunuhku.. Mungkin aku takkan merasa
kesepian lagi jika aku menemukanmu. Aku takkan merasa kesepian lagi jika kau
ada di sini. Namun kau sudah di sini dan aku masih merasa kesepian. Mengapa
begitu? Karena aku belum menemukanmu..
Keramaian ini semakin ramai dan
aku semakin merasa sepi. Entah mengapa aku tak juga menemukanmu. Entah mengapa
juga kau tak menemukanku lebih dulu. Mungkin kita tidak ditakdirkan untuk
dipertemukan. Ah, atau mungkin kau tak menginginkan untuk bertemu denganku?
Atau justru aku sendiri yang tak menginginkannya? Lalu mengapa aku merasa
ingin?
Keramaian ini semakin
memojokkanku ketika sepi berbisik padaku bahwa aku takkan menemui sosokmu. Aku
dongkol. Aku terus berkeliling mencari dirimu. Kan kupatahkan perkatan sang
sepi. Namun suatu memori menonjokku dengan kenyataan bahwa aku tak bisa
mengenalimu. Aku belum pernah bertemu denganmu.
Siapa kau sebenarnya? Aku bahkan
belum mengenalimu. Aku bahkan belum pernah bertemu denganmu. Aku bertanya pada
keramaian mengenai dirimu. Keramaian diam seribu bahasa dan menjelma menjadi
sepi. Kutanyakan pula pada kesepian. Kesepian yang sepi malah semakin sunyi.
Entah tak tahu jawabnya atau sengaja mempermainkanku.
Sang waktu rupanya turut mengujiku.
Ia terus berjalan dan mengurangi kesempatanku mendapatkanmu. Ia takkan berhenti
walau kuminta ribuan kali. Aku mencari dan terus mencari. Mengira-ngira siapa
dirimu. Menerka-nerka seperti apa sosokmu. Bertanya-tanya untuk apa aku
mencarimu.
Lalu mataku mendapati dirimu.
Mengacuhkan sang sepi di sudut keramaian yang telah kembali ramai. Sosokmu
masih tak bisa kupastikan wujudnya. Bagaikan bayangan maya di cermin retak.
Bagaikan fatamorgana di padang pasir. Kulihat sosok lain datang dan pergi silih
berganti di sekelilingmu. Sekedar sapa hingga bertukar cerita. Namun kau tak
kunjung melihatku. Aku diam. Keramaian seakan membutakanmu dan kesepian terus
memelukku.
Aku tak berani mendekat lagi.
Sebuah tanya melintas di otakku. Mengapa aku yakin itu dirimu yang kucari?
Padahal tak ada jawaban yang mengarah padamu. Padahal tak pernah kumiliki
kenangan tentangmu. Aku tak berani mendekat lagi. Kubiarkan kesepian memelukku
lebih erat. Menanti keramaian menyerahkanmu padaku. Menanti bahagia datang ke
kehidupanku.
Komentar
Posting Komentar
Berkatalah yang baik atau diam.