Ada Cinta Di Matanya
Angin lembut menyambutku saat kulangkahkan kakiku menuju taman sekolah. Koridor
antar kelas sepi tanpa canda yang menghiasi. Maklum saja, bel masuk sudah
berbunyi sejak empat puluh lima menit yang lalu. Bukan, aku bukannya terlambat
masuk sekolah. Namun aku baru saja mengikuti ulangan harian mata pelajaran
sejarah. Betapa percaya dirinya aku dan beberapa temanku untuk bisa keluar
ruangan lebih dahulu karena telah selesai mengerjakan soal.
Aku memilih duduk di bangku taman tak jauh dari ruang kelasku. Dari sini
bisa kulihat beberapa temanku masih saja
membahas soal yang baru saja kami lewatkan. Aku tak berniat bergabung dengan
mereka. Aku bisa move on.
“Nggak usah tegang gitu, deh. Nilai kita pasti bagus,” Arimbi ikut duduk
di sebelahku.
“Siapa yang tegang? Kamu?” elakku sambil tersenyum.
Kudengar seseorang berjalan mendekat. Dari wangi parfumnya saja sudah
membuat jantungku bergemuruh. Aku melirik dari pundakku untuk membenarkan siapa
yang datang.
“Kok nggak masuk? Jam kosong?” suaranya yang berat menggetarkan hatiku. Aku
diam saja. Menerka-nerka untuk siapa tanya tersebut dilontarkan. Menanti sebuah
tanya lain seperti, “Kok diam?”, atau “Kok nggak jawab?”, atau mungkin seperti “Hey,
aku tanya sama kamu,”, atau mungkin sebuah tepukan lembut di pundak.
“Enggak, kok. Ini barusan ulangan,” jawab Arimbi. Nah, tanya itu tidak
diperuntukkan padaku rupanya. Aku melirik mata sang penanya. Memang tak
mengarah padaku.
“Oh..” lalu dia berlalu begitu saja. Meninggalkan rona merah di pipi
Arimbi. Meninggalkan tanya di otakku.
Ada cinta di matanya. Pun sama di mata Arimbi.
Komentar
Posting Komentar
Berkatalah yang baik atau diam.