Cerbung : Karena Terbiasa (Part IV)

Untuk baca cerita sebelumnya bisa ke sini.



Karena Terbiasa (IV)




Matahari tak hadir pagi ini, tapi kedatangan hujan lebat tetap menjadi teman bagi Gandhi yang asyik memainkan gitarnya di teras sebuah rumah besar. Pagi itu masih sekitar jam 06.00 pagi, Gandhi tidak berteman dengan kemalasan layaknya remaja lain. Sepupu tercintanya akan datang untuk berlibur.
Sebuah mobil Honda Brio berwarna hijau muda, khas kesukaan gadis cantik yang ditunggu Gandhi datang, lalu dengan lembut parkir di sebelah motor ninja hitam milik Gandhi. Senyum Gandhi melebar ketika sepupu kesayangannya keluar dari mobil dengan payung besar warna hijau.
“Kak Gandhi!” gadis itu berteriak girang sambil berjalan cepat ke arah Gandhi, lalu mereka berpelukan melepas rindu.
“Heh, gendut. Betah di Jogja?” sapa Gandhi sambil menggandeng sepupunya itu masuk ke dalam rumahnya yang besar tapi kosong.
“Yah, Jogja selalu hangat, Kak. Disana banyak makanan enak. Kapan-kapan Kakak harus ikut Divya ke Jogja ya?” Ya, Divya adalah sepupu kesayangan Gandhi.
“Gampang. Tapi, Divya harus janji kalau selama kakak disana, makan gratis,” canda Gandhi sambil mengacak-acak rambut Divya pelan.
“No problem, Brother. Gimana kabar Kak Gantari? Masih jadi model di Jepang, atau sudah pindah ke mana lagi?”
“Dia sedang fokus ke pernikahan aku dan dia, Div. Kamu tau sendiri, Gantari orangnya perfeksionis.”
“Ya, ya. Aku kangen kita jalan-jalan ke Paris lagi, deh. Oh ya, titip tas ya kak, Divya mau ke toilet. Pagi-pagi dingin.”
Divya melepas sepatu hak tingginya dan segera berlari ke kamar mandi. Gandhi membuat 2 gelas teh tawar untuk menemaninya dan Divya bercerita panjang lebar lagi. Saat menaruh nampan di meja, tak sengaja dia menyenggol tas  Divya hingga isi tasnya berserakan. Dompetnya terbuka, dan Gandhi bisa melihat disitu ada foto Divya bersama seorang gadis yang dikenalnya, Mia.
“Kak?” tiba-tiba Divya datang dan melihat Gandhi diam melihat foto di dompetnya.
“Kamu kenal sama Mia, Div?” tanya Gandhi segera.
“Ya iyalah, dia ini sahabat terbaik aku, Kak. Kenapa? Jangan biang kalau kakak tertarik sama Mia!” Divya melotot menatap Gandhi dengan tidak percaya. Gandhi malah tertawa terbahak-bahak.
“No! Kamu tau sendiri kan kalau hati kakakmu ini sudah habis diambil Gantari? Dia hanya mengingatkan pada seorang gadis masa lalu yang sempat memberi warna. Yang membuat aku dan Arga menjadi renggang.”
“Cerita dong kak,” rajuk Divya.
“Ok. Dulu, masa SMA, aku dan Arga sama-sama menyukai seorang gadis yang mukanya mirip sekali sama sahabatmu ini. Namanya Kinantan. Kulitnya, lesung di pipinya, dan caranya tertawa. Kinantan membuat aku dan Arga yang semula sahabat layaknya kepompong, lalu sedikit saling menjauh. Kita seperti dua orang yang tidak saling kenal. Tapi malangnya, sebelum diantara aku ataupun Arga mendapatkan Kinantan, Kinantan kecelakaan saat kemah akhir tahun. Lalu, dia meninggal. Buruknya Arga, dia tidak bisa melupakan Kinantan. Sementara aku bertemu dengan Gantari.”
“Jadi.. Mia itu pelampiasan buat Arga karena muka Mia yang mirip dengan Kinantan itu?”
“Enggak, tentu saja enggak. Arga sulit jatuh cinta, Divya sayang. Jika sekarang dia mencoba mendekati Mia itu tentu wajar. Dia pasti menemukan sesuatu yang baru di dalam diri Mia yang beda dari Kinantan. Kinantan orangnya lembut, pintar masak, dia wanita paling menarik yang pernah aku kenal. Aku akan sangat bahagia, jika Arga bisa mendapatkan Mia. Mia sangat menarik, tapi aku rasa sedikit ceroboh.”
“Ya memang. Mia ceroboh dan makannya banyak sekali. Tapi, Kak Gandhi nggak mencoba buat mengambil Mia, kan? Yah, siapa tau karena Mia mirip Kinantan?”
“Gantari cukup buatku sampai mati, Divya.”
“Bagus, deh. Aku kemaren juga jalan bareng Mia, dan ketemu Arga. Dan yah, dari cara Arga menatap Mia itu, matanya berbinar-binar. Sementara Mia, Mia orangnya cuek banget masalah cowo, Kak. Dia belum pernah pacaran. Dia terlalu bahagia dengan hidupnya yang warna-warni.”
“Nah itu, Arga pasti melihat kepolosan Mia yang seperti magnet. Bantu Mia dekat dengan Arga, ya, Div. Mau, kan?”
“Pasti, Kak. Jika itu membuat Mia makin dewasa dan makin bahagia, apa sih alasan untuk aku tolak?”
Kedua saudara sepupu itu saling menyunggingkan senyum tulus. Mereka mulai mengatur strategi mendekatkan kedua orang yang sulit jatuh cinta itu. Arga dan Mia.
Seolah memihak kepada Gandhi dan Divya, hujan yang semula turun deras kini perlahan hilang dan matahari mulai menggantikan perlahan. Semua terjadi begitu pelan hingga akhirnya Gandhi dan Divya memutuskan untuk membiarkan matahari tetap terang di hati Mia dan Arga.
                                                            ***
Hujan mengguyur Karawang dengan deras. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkah Arga mendatangi sebuah pemakaman mahal di Indonesia. Dengan sebuah payung hitam dan membawa sekeranjang penuh bunga, Arga berjalan ke sebuah petak pemakaman dan bersimpuh di hadapannya. Pemakaman itu bertulisan sebuah nama “Icasia Kinantan”. Senyum tersungging diwajah tampan Arga saat menabur bunga di nisan itu. Arga tidak berhenti berdoa untuk gadis manis yang telah tidur tenang di dalam sana.
“Hallo, Kinantan. Dewi bertubuh putih yang aku sayangi. Kini, aku menemukan seorang gadis yang tepat, sepertimu. Aku tidak akan membiarkan dia lari. Kinantan, ingatkah kamu pernah berkata, bahwa aku akan mendapatkan gadis manis pintar masak? Yah, Mia jawabannya. Dia menyenangkan, lesung di pipinya sepertimu, Kinantan. Kamu harus melihatnya suatu saat nanti. Aku menyukainya bukan karena wajahnya yang sepertimu, aku menyukai kepolosan gadis itu. Dia manis, menyenangkan. Kinantan, aku masih tetap menyimpan kalung kerang itu.. dan jika kau mengizinkannya, kalung itu akan aku berikan untuk Mia. Aku benar-benar menyukainya. Sama seperti saat aku menyukaimu dulu.”
                                                            ***



Gimana? Bagus, kan? Tunggu lanjutannya, ya. Jangan lupa tinggalkan jejak di bawah.

Komentar

  1. good job nih buat penulis nya aku dari bagian pertama udah baca dan aku terusin.. cerita nya menarik, simple, tapi berwarna :) semangat ya buat penulis nya jangan hiatus di tengah jalan hehe, BTW kira kira sampai chapter berapa nih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Kak :) hehe doain aja Kak biar bisa lanjut terus dengan cerita yang makin bagus. Belum tau nih, Kak, mau sampe berapa chapter. Tetap ikuti kelanjutan kisahnya ya, Kak :)

      Hapus
  2. sama-sama :) semoga aja bisa sampe setebel novel nya J.K. Rowling yah hehehe

    BalasHapus
  3. Kalo ada kelanjutannya jangan lupa umumin ke ane.
    hehee
    saya tunggu kunjungannya di blog saya :)
    sudah saya follow blog anda, jangan lupa followjuga blog saya.
    terimakasih, salam kenal saya blogger baru
    salam hangat Goglees :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih :)
      Kelanjutannya baru saja dipublish, silakan dibaca :)

      Hapus

Posting Komentar

Berkatalah yang baik atau diam.

Postingan Populer